Mungkin kita pernah menanyakan kabar seseorang kerabat,
kemudian menerima jawaban baik-baik saja. Akan tetapi, sebenarnya bisa jadi dia
sedang patah hati atau patah kaki dan sedang dirawat di rumah sakit. Mungkin
juga kita pernah menelepon seseorang namun tidak diangkat-angkat. Dua jam
kemudian kita mendapat respon darinya via pesan teks bahwa baterai ponselnya
sedang mati.
Kebohongan adalah hal yang lazimnya kita hadapi sehari-hari.
Bahkan dalam sehari, tanpa kita sadari kita menemukan kebohongan satu, dua,
sepuluh, hingga 200 kali saat berinteraksi dengan orang lain. Banyak teknik
yang dapat mendeteksi kebohongan, mulai dari alat torturing, monitor tekanan
darah dan pernapasan, alat pendeteksi tekanan suara hingga scanner otak
menggunakan infra merah. Akan tetapi, alat-alat canggih tersebut masih saja
bisa dibohongi. Bahkan bisa membohongi badan hukum tertinggi sekalipun.
Lalu, bagaimana kita bisa tahu kalau seseorang sebenarnya
sedang berbohong kepada kita? Mungkin saja, alat-alat diatas tidak dapat
dijangkau oleh kebanyakan orang. Namun, sebenarnya ada cara yang lebih simpel
namun harus sering dipelajari secara mendalam, yaitu dengan ilmu berkomunikasi.
Jika kita mau jujur dengan diri kita sendiri, kita pernah
berbohong kepada orang lain tentang diri kita sendiri. Mengapa? Karena kita
lebih menginginkan kalau orang lain tahu bahwa kita adalah orang yang sesuai
dengan harapan kita sendiri daripada sifat nyatanya kita. Misalnya, kita
mengharapkan orang lain tahu kalau kita adalah orang yang jujur dan telah
berpengalaman dalam suatu urusan. Maka kita akan mengatakan kepada orang
tersebut dengan bahasa kita berkomunikasi bahwa kita adalah orang yang
demikian. Namun, nyatanya, pengalaman kita belumlah banyak yang kita harapkan.
Otak kita sebenarnya lebih banyak berisi tentang impian kita sebagai siapakah
kita daripada realita siapa kita sebenarnya.
credit photo: wikihow.com
Lalu, bagaimana kita bisa mendeteksi seseorang yang
berbohong dengan berkomunikasi ini?
Berdasarkan pengamatan realita, ekspektasi kita terhadap
diri kita sendiri berbeda dengan keadaan realitanya. Jadi, bisa disimpulkan,
jika kita diajak berbicara tentang pribadi kita, kita akan menggunakan bahasa
kita dengan menambahkan susunan gaya bahasa tertentu yang hanya diketahui
maksud sebenarnya dengan memperhatikan caranya berbicara atau berkomunikasi
dengan kita. Dan tentu saja, hal itu membutuhkan energi dan waktu ekstra untuk
membicarakannya dihadapan orang lain. Ya, karena tentang pribadi kita sendiri.
Pada dasarnya, kita mencemaskan opini orang lain terhadap kita.
Seperti yang dikatakan Noah Zandan pada tayangan TED-Ed,
sebuah teknik yang dinamakan Lingustic
Text Analysis, atau analisis teks linguistik dapat membantu kita
mengidentifikasi beberapa pola gaya bahasa yang dapat menentukan apakah
seseorang sedang berbohong atau tidak.
Pertama, pembohong biasanya berusaha menyatakan bahwa dia
tidak menipu dengan menceritakan sesuatu yang sebisa mungkin tidak
dikait-kaitkan dengan dia. Dia akan membicarakan orang lain dan orang lain dan
menggunakan tokoh orang ketiga untuk membuat orang lain percaya jika dia tidak
termasuk dalam orang-orang yang diceritakannya. Akan tetapi, apa yang
diceritakannya akan terdengar ganjil jika dia menceritakannya dengan terlalu
detil. Padahal dia mengaku tidak ikut dalam cerita tersebut.
Kedua, pembohong akan berusaha mengatakan sesuatu yang terdengar
negatif. Maksudnya, ketika seseorang tahu bahwa dia berbohong, maka ia akan
merasa bersalah karena telah mengatakan kebohongan, tapi tetap menyembunyikannya,
dan mengalihkan pembicaraannya dengan kita dengan kata maaf atau keluhan
tertentu. Misalnya dengan berkata maaf lama membalas pesan karena baterai
ponsel yang habis, padahal sebenarnya ia hanya malas menanggapi pesan yang
diterimanya.
Lalu yang ketiga, pembohong lebih suka menceritakan suatu
peristiwa dengan alur penjelasan yang sederhana. Karena, otak manusia lebih
mudah mencerna cerita yang sederhana dibandingkan cerita asli yang
selengkapnya. Akan tetapi, walaupun alur yang diceritakan sederhana, dia akan
menceritakannya dengan bahasa yang panjang bahkan berbelit-belit kepada kita.
Tak jarang para pembohong menggunakan penekanan kata-kata tertentu pada kalimat
yang diucapkan yang mungkin bermakna sebaliknya.
0 comments:
Post a Comment