Friday, March 10, 2017

Apa Itu Cinta (Menurut Sains)?

Siapa sih yang nggak tau cinta? Anak kecil aja sekarang udah main cinta-cintaan pakai panggilan ayah bunda bikin para jomblo diatas 23 tahun jadi keki. Tapi, sebenarnya cinta itu apaan sih?

Cinta bisa didefinisikan dari berbagai sudut pandang dan tujuan. Mulai dari kebutuhan untuk bertahan hidup, tafsiran para filusuf, dan lain-lain. Begitu juga dalam sains, cinta juga mempunyai sudut pandang tersendiri.

Seperti yang dijelaskan Kokbisa, dalam neuroscience, cinta terjadi karena ada reaksi kimia yang “membanjiri” otak kita. Saat sedang menyukai orang lain, bagian hipotalamus otak kita memproduksi hormon oxytocin yang kadarnya lebih dari biasanya. Akibatnya perasaan stres kita menjadi berkurang. Selain oxytocin, hipotalamus juga memproduksi hormon vasopressin yang mengatur tekanan darah kita. Kedua hormon ini bersirkulasi dalam otak hingga membentuk senyawa dopamine yang membuat pikiran kita tidak bisa lepas dari orang yang kita suka.


Sumber foto: FreeDesignFile.com

Tentu saja, kalau pikiran kita sudah tak bisa lepas dari si dia, duniapun jadi milik berdua. Yang lainnya, ngontrak.

Lalu, kenapa waktu kita diputusin kita menjadi sedih, murung, hingga nggak mau keluar kamar selama seminggu?

Oke, reaksi yang terakhir memang berlebihan. Tetapi, kita menjadi sedih saat diputusin karena ada pergolakan di otak kita. Sementara itu, otak kita terus memproduksi senyawa dopamine yang membuat kita tetap mengingat si dia walaupun hubungan sudah berakhir. Hal ini yang membuat seseorang susah untuk move on.

Selain itu, bagian otak kita yang disebut orbital frontal cortex mengatur emosi kita yang sedang bergejolak. Bagian otak ini mendorong kita untuk melupakan si dia karena sudah tidak ada hubungan lagi. Tetapi disamping itu, dopamine yang diproduksi terus memotivasi kita untuk mengingat si dia. Jadi, kedua bagian otak ini saling bertentangan yang ujungnya menjadi kesedihan buat kita yang diputusin atau memutuskan hubungan dengan si dia.

Uniknya, cinta buta juga nyata dalam sains. Saat kita menyukai seseorang, otak kita pun bereaksi. Kemudian, di dalam otak kita ada bagian yang mengatur cara kita menilai baik atau buruknya sesuatu, misalnya enak atau tidaknya makanan yang kita makan. Saat otak kita bereaksi, bagian otak yang mengatur cara menilai ini terkadang ternonaktifkan sehingga hal ini yang membuat kita menjadi tidak bisa atau tidak pernah menilai baik buruknya orang yang kita sukai. Cinta buta itu kan?


0 comments: