Siapa sih yang nggak tau cinta? Anak kecil aja sekarang udah
main cinta-cintaan pakai panggilan ayah bunda bikin para jomblo diatas 23 tahun
jadi keki. Tapi, sebenarnya cinta itu apaan sih?
Cinta bisa didefinisikan dari berbagai sudut pandang dan
tujuan. Mulai dari kebutuhan untuk bertahan hidup, tafsiran para filusuf, dan
lain-lain. Begitu juga dalam sains, cinta juga mempunyai sudut pandang
tersendiri.
Seperti yang dijelaskan Kokbisa, dalam neuroscience, cinta terjadi karena ada reaksi kimia yang “membanjiri” otak kita. Saat sedang menyukai orang lain, bagian hipotalamus otak kita memproduksi hormon oxytocin yang kadarnya lebih dari biasanya. Akibatnya perasaan stres kita menjadi berkurang. Selain oxytocin, hipotalamus juga memproduksi hormon vasopressin yang mengatur tekanan darah kita. Kedua hormon ini bersirkulasi dalam otak hingga membentuk senyawa dopamine yang membuat pikiran kita tidak bisa lepas dari orang yang kita suka.
Seperti yang dijelaskan Kokbisa, dalam neuroscience, cinta terjadi karena ada reaksi kimia yang “membanjiri” otak kita. Saat sedang menyukai orang lain, bagian hipotalamus otak kita memproduksi hormon oxytocin yang kadarnya lebih dari biasanya. Akibatnya perasaan stres kita menjadi berkurang. Selain oxytocin, hipotalamus juga memproduksi hormon vasopressin yang mengatur tekanan darah kita. Kedua hormon ini bersirkulasi dalam otak hingga membentuk senyawa dopamine yang membuat pikiran kita tidak bisa lepas dari orang yang kita suka.
Tentu saja, kalau pikiran kita sudah tak bisa lepas dari si
dia, duniapun jadi milik berdua. Yang lainnya, ngontrak.
Lalu, kenapa waktu kita diputusin kita menjadi sedih,
murung, hingga nggak mau keluar kamar selama seminggu?
Oke, reaksi yang terakhir memang berlebihan. Tetapi, kita
menjadi sedih saat diputusin karena ada pergolakan di otak kita. Sementara itu,
otak kita terus memproduksi senyawa dopamine yang membuat kita tetap mengingat
si dia walaupun hubungan sudah berakhir. Hal ini yang membuat seseorang susah
untuk move on.
Selain itu, bagian otak kita yang disebut orbital frontal
cortex mengatur emosi kita yang sedang bergejolak. Bagian otak ini mendorong
kita untuk melupakan si dia karena sudah tidak ada hubungan lagi. Tetapi
disamping itu, dopamine yang diproduksi terus memotivasi kita untuk mengingat
si dia. Jadi, kedua bagian otak ini saling bertentangan yang ujungnya menjadi
kesedihan buat kita yang diputusin atau memutuskan hubungan dengan si dia.
Uniknya, cinta buta juga nyata dalam sains. Saat kita
menyukai seseorang, otak kita pun bereaksi. Kemudian, di dalam otak kita ada
bagian yang mengatur cara kita menilai baik atau buruknya sesuatu, misalnya
enak atau tidaknya makanan yang kita makan. Saat otak kita bereaksi, bagian
otak yang mengatur cara menilai ini terkadang ternonaktifkan sehingga hal ini
yang membuat kita menjadi tidak bisa atau tidak pernah menilai baik buruknya
orang yang kita sukai. Cinta buta itu kan?
0 comments:
Post a Comment