Pasti kita
sudah pernah mendengar kalau bumi kita sebagian besarnya terdiri dari air.
Apakah itu air asin yang ada di laut, di sungai-sungai dan danau yang ada di
daratan, dan di awan yang ada di udara. Tak lupa pula air juga ada di dispenser
dan kulkas rumah kita. Air yang ada di bumi kita tidak selalu dalam bentuk
cair. Bahkan sebenarnya 3% air di bumi adalah air beku yang berbentuk, tentu
saja, es.
Apa yang
terjadi jika es-es di bumi ini semuanya berubah wujud menjadi bentuk cairnya?
Berdasarkan
tayangan di Kok Bisa, ada beberapa skenario yang dikemukakan oleh peneliti
tentang ini. Skenario perihal mencairnya es bukanlah skenario happy ending
kayak drama India.
Sumber foto: phsy.org
Skenario
pertama yang dikemukakan jika es di bumi mencair adalah naiknya permukaan air
laut. Kalau es yang mencair hanyalah es yang mengapung-apung di kutub utara,
kenaikan permukaan air laut tidak akan terlalu terlihat secara signifikan.
Seperti halnya batu es yang mengapung di segelas kopi dingin, es itu akan
mencair akan tetapi tidak akan membuat kopi dinginnya penuh lagi. Hal ini
dikarenakan volume air dalam bentuk es dan cair adalah sama. Bahkan ada
penelitian yang membuktikan volume air dalam bentuk cair lebih ringan nol koma
sekian miligram!
Namun, akan
jadi cerita yang berbeda jika es di daratan Alaska dan Greenland ikutan
mencair. Permukaan air laut akan naik kira-kira hingga 7 meter. Itu baru semua
es yang ada di kutub utara. Bagaimana kejadiannya jika es yang di kutub selatan
juga mencair? Jelas, keadaannya akan lebih celaka lagi daripada tsunami Aceh
tahun 2004. Benua Antartika adalah tempat yang nyaris tak berpenghuni saking
dinginnya karena disana lebih banyak es daripada daratannya. 90% es di
bumi tersimpan disana. Jika es di kutub utara meleleh, maka permukaan air akan
naik sektiar 61 meter, dan itu dua kali lipat lebih gelombang tsunami terparah
pada tahun 2004 di Aceh.
Skenario
lainnya yang diungkapkan adalah berubahnya iklim di bumi. Jika es yang notabene
adalah air tawar mencair, maka salinitas atau kadar garam di lautan akan
menurun. Catatan bahwa salinitas air laut sangat berpengaruh pada arus air laut,
sehingga dapat berpengaruh kepada iklim di bumi yang sekarang saja sudah tidak
jelas lagi dan juga migrasi ikan-ikan yang ada di lautan. Bisa-bisa kita akan
mengalami krisis ikan karena ikan laut sangat tergantung dengan keasinan air
untuk bertahan hidup.
Sumber foto: climate-change-guide.com
Skenario
terakhir adalah yang paling parah, yaitu pemanasan global yang makin parah.
Peran es yang ada di kutub utara dan selatan sebenarnya bukanlah hanya cadangan
air di bumi, tetapi juga sebagai cermin bumi. Maksudnya, bumi kita kan setiap
saat terpapar oleh sinar matahari. Jadi, sinar matahari yang masuk ke bumi ada
yang dipantulkan kembali ke angkasa dengan es-es yang ada di kutub dan ada yang
diserap bumi. Sinar matahari yang sudah ada sekarang saja membuat bumi dan
penghuninya kepanasan, apalagi kalau cermin-cermin es di bumi juga lenyap.
Nggak akan kebayang betapa panasnya nanti bumi kita. Itu baru es yang di kedua
kutub bumi, belum lagi permafrost atau es yang ada di dalam bumi. Jika
permafrost ikut mencair, maka zat-zat karbon yang ada di dalam bumi pun ikut
terurai dan akan menambah panasnya bumi kita.
Walaupun
skenario diatas masih prediksi ilmiah semata, namun ada baiknya kita mulai
mengambil tindakan untuk mencegah hal-hal seperti ini akan terjadi. Contohnya
dengan menghemat penggunaan energi dan tindakan lain yang dapat mencegah
pemanasan global semakin panas. By the way, dulu bumi sempat tidak punya es
sama sekali, lho. Masa itu disebut dengan Epos Eocene yang terjadi pada 56-33
juta tahun yang lalu. Oleh karena itu, bisa saja masa itu terjadi lagi di masa
yang akan datang. Akan tetapi, seperti skenario yang dijabarkan diatas tadi,
tidak ada yang berakhir dengan happy ending, justru dapat membahayakan jiwa
para penghuni bumi ini.
Jadi,
langkah apa saja yang sudah kita lakukan untuk mengurangi pemanasan global?