Tuesday, October 29, 2024

Sunday, November 11, 2018

Apa bedanya “Have Been To” dan “Have Gone To”?



Hm, sudah lama banget ya Miss Rizu nggak mencatat learning log disini. Setahun. Selama setahun, banyak yang Miss Rizu pelajari, baik di bidang perbahasaan (?) maupun di bidang ilmu lainnya. Kali ini, untuk menyegarkan kembali blog yang telah lama tidak update, Miss mau catat tentang “Have Been To” dan “Have Gone To”. Yak, tentang tenses, khususnya Present Perfect Tense.

Perfect.

Pasti banyak yang mengira maksud perfect ini adalah sempurna. Memang benar, tapi perfect lebih merujuk kepada kegiatan yang telah selesai dilakukan. Mau hasil kegiatannya itu hancur atau sempurna, istilah dalam English Grammar itu tetap “perfect”. You have completed that thing.

Jadi, Present Perfect Tense itu menggambarkan kegiatan yang sudah atau pernah terjadi, atau barusan selesai dilakukan. Jadi, kalau dalam terjemahannya ke Bahasa Indonesia, kata kuncinya itu “sudah”, “pernah”, “baru saja”, dan untuk bentuk kalimat negatifnya “belum”.

Sebenarnya Present Perfect Tense sering membuat bingung siswa Miss dan Miss sendiri kalau enggak jeli dengan keyword atau kata kunci keterangannya. Okelah, dengan keterangan, mampulah kita membedakannya. Namun jika tidak ada keterangannya? Hanya pattern S-V-O? Ya, kita perlu membedah makna kalimatnya, atau konteks yang tersedia jika sebelum kalimat itu ada pertanyaan atau berbentuk percakapan. Oke, untuk bahasan soal Perfect Tenses lebih lanjut, akan dibahas di postingan lain.

Kembali ke judul utama,

Jadi, saat membahas tentang Present Perfect Tense, Miss dihadapkan sebuah persoalan yang luput dari perhatian padahal penting, yaitu tentang “Have Been To” dan “Have Gone To”. Saat pertama melihat contoh kalimat yang menggunakan kedua macam Predikat itu, kayaknya artinya sama. Tetapi, wait, setelah dipahami dari percakapan yang tertera, ternyata ada perbedaan makna.

Bedanya “Have Been To” dan “Have Gone To”

Bisa dibilang, “Have Gone To” itu dari:
I go to Jakarta
I went to Jakarta
I am going to Jakarta
I was going to Jakarta
I will go to Jakarta
I have gone to Jakarta

Tapi kalau “Have Been To”?
I am to Jakarta
I was to Jakarta
I am being to Jakarta
I have been to Jakarta...?

Terdengar janggal.

Hm, dengan keterbatasan pengetahuan Miss, kayaknya I can’t figure out darimana “Have Been To” itu. Jadi bisa disimpulkan “Have Been To” nggak serelevan itu, nggak bisa “diterjemahkan” ke tenses lain semudah “Have Gone To”. Kalau ada yang mau bantu menjelaskan secara linguistik, mari, diterima penjelasannya di komentar.

Dengan contoh kalimat yang diberikan:
A = Are you going to the canteen?
B = No, I have been to the canteen. I got 2 fries and coffee milk for us. Here.
A = Oh, thank you.
B = No problem. I understand you had a hard time to finish that task and you might get nothing when you got there at this time.
A = Ahaha, how nice you are, man.
B = Anyway, where’s Kayla? I want to return her book.
A = I am not sure. I think she has gone to the library. That nerdy girl. You like her?
B = What are you talking about? She’s my cousin.
A = Who knows.

Dari makna percakapan diatas, mungkin kita bisa tarik kesimpulan kalau “ Have Been To” dan “Have Gone To” sama-sama membicarakan tentang kunjungan seseorang ke suatu tempat, tetapi dengan perbedaan:

1. Have Been To

Have Been To digunakan untuk membicarakan kunjungan seseorang ke suatu tempat, yang sudah selesai kunjungannya, dan orangnya SUDAH KEMBALI. Have Been To bisa juga untuk ngomongin tempat yang pernah dikunjungi selama hidup, tapi orangnya SUDAH ENGGAK TINGGAL DISANA LAGI alias sudah pindah.

2. Have Gone To

Have Gone To digunakan untuk membicarakan kunjungan seseorang ke suatu tempat, dan dia BELUM PULANG. Which means, kunjungannya BELUM SELESAI DAN DIA BELUM PULANG.

Jadi, kalau dibedah makna contoh kalimat diatas tadi:

1. I have been to the canteen
Artinya, “Saya barusan ke kantin”, lebih dalam lagi maknanya “Saya barusan dari kantin, dan sekarang aku SUDAH KEMBALI ke kelas.”

2. She has gone to the library
Artinya, “Dia sudah pergi ke perpustakaan”, atau lebih dalam lagi, “Dia sudah cus ke perpus dan BELUM KEMBALI ke kelas hingga saat percakapan ini berlangsung.”


Oke, jadi kita ambil contoh kalimat lebih simpel yang identik.
1. I have been to Jakarta.
2. I have gone to Jakarta.

Makna kalimat yang nomor (1) itu, artinya “Saya pernah tinggal di Jakarta”, yang artinya lagi, “Saya pernah disana, tapi SEKARANG ENGGAK LAGI. Saya SUDAH TINGGAL disini sekarang.”

“Ya, disini. Di hatimu.”

Oke, kembali ke topik utama.

Makna kalimat nomor (2) itu, artinya “Saya sudah ke Jakarta”, yang artinya lagi, “Saya sudah cus ke Jakarta, dan SEKARANG LAGI ENGGAK DISINI, dan aku BELUM PULANG.”

“Jadi, tunggu aku sampai pulang, ya.”


Bagaimana, sudah dapat perbedaannya?

Thursday, August 17, 2017

Apa Itu “To Be”?

Buat yang familiar dengan Bahasa Inggris pasti sudah tahu apa itu “to be”. Ya, kalau ditanya apa itu “to be” pasti jawabannya nggak lain nggak bukan adalah is, am, dan are. Namun, apakah to be hanya itu saja? Apa sebenarnya “to be” itu?



To be adalah auxilary verb atau kata kerja bantu yang biasanya digunakan pada kalimat dalam bentuk nomina. Sebutan “to be” sebenarnya berasal dari bentuk dasar dari kata kerja bentuk to infinitivebe”. Kalau kita melihat kamus dan menemukan ada sebentuk tabel yang menunjukkan perubahan-perubahan kata kerja dalam Bahasa Inggris, kita akan melihat sederetan kata kerja dengan bentuk to infinitive seperti to finish, to buy, to eat, dan lain-lain. Salah satunya, mungkin di deretan paling atas letaknya sesuai urutan abjad, adalah to be sebagai to infinitive form, be sebagai simple form atau yang kita kenal dengan verb pertama, was dan were sebagai simple past form atau yang kita kenal dengan istilah verb kedua, dan been sebagai past participle atau kita kenal dengan istilah verb ketiga.




Auxilary verb to be digunakan pada kalimat-kalimat nomina, yaitu kalimat yang tidak mengandung kata kerja seperti memasak, mencuci, menjahit, berjalan, berlari, menangis dan lain-lain. To be digunakan bila objek di dalam kalimatnya adalah kata benda atau kata sifat. Selain itu, to be sering diartikan sebagai “adalah” dalam Bahasa Indonesia, dalam pengertian penunjuk identitas kata benda yang akan dijelaskan setelah to be.

To be dalam Bahasa Inggris terbagi atas dua jenis waktu. Dalam bentuk Present Tense, kita mengenal is, am, dan are sebagai to be. Dalam bentuk Past Tense, kita mengenal was dan were sebagai to be. Penggunaan to be dalam kalimat juga tergantung dengan subjek dalam kata ganti orang atau pronoun.

Contoh penggunaan
to be dalam bentuk kalimat nomina yang simpel adalah:

I am a student
Saya adalah seorang siswa

You are a teacher
Anda adalah seorang guru

They are
good friends
Mereka adalah teman yang baik

We are English students
Kita adalah siswa Bahasa Inggris

He is a professor
Dia adalah seorang guru besar

She is beautiful
Dia cantik

It is a cat
Itu adalah seekor kucing

Jika memperhatikan contoh diatas, a student, a teacher, good friends, English students, a professor dan a cat semuanya adalah kata benda yang menunjukkan identitas. Sedangkan  beautiful merupakan kata sifat. Selain itu contoh diatas juga merupakan contoh kalimat dalam simple present tense. Kita dapat melihat bila to be yang ada diantara subjek dan objek berupa kata benda dan kata sifat tersebut merupakan kata kerja bantu yang dapat melengkapi kalimat.

Lalu bagaimana dengan yang dalam bentuk past tense? Perhatikan contoh ini.

I was a kid
Saya adalah anak-anak
Maknanya: Sekarang sudah dewasa

You were young
Anda muda
Maknanya: Sekarang sudah tidak muda lagi

They were bad guys
Mereka adalah orang jahat
Maknanya: Sekarang bukan orang jahat lagi

We were stupid
Kita bodoh
Maknanya: Sekarang nggak bodoh lagi, udah banyak belajar

He was sick
Dia sakit
Maknanya: Sekarang dia sudah sembuh

She was here
Dia disini
Maknanya: Sekarang dia sudah pergi

It was fun
Itu menyenangkan
Maknanya: Kemarin menyenangkannya, sekarang sudah biasa saja

Jika kita perhatikan, a kid dan bad guys adalah kata benda. Kemudian, young, stupid, sick, dan nice adalah kata sifat. Yang terakhir, here adalah sebuah kata tunjuk yang berarti “disini”. Karena was dan were merupakan auxilary verbs untuk Past Tenses atau tenses masa lampau, maka makna kalimat yang dijelaskan dengan fakta yang sekarang adalah kebalikannya.

Fungsi to be bisa dikatakan mirip dengan fungsi verb atau kata kerja dalam kalimat. Sebuah kalimat utuh membutuhkan predikat. Dengan pola yang mirip dengan Bahasa Indonesia, subjek – predikat – objek, to be menjadi predikat dalam kalimat ketika kalimat itu tidak mengandung kata kerja atau verb. Oleh karena itu, to be menjadi auxilary verb atau kata kerja bantu dalam kalimat nomina berbahasa Inggris.



Bagaimana? Kira-kira sudah bisa membuat kalimat simpel dalam Bahasa Inggris menggunakan to be?

Yang Benar Itu AM, a.m., PM, Atau p.m.?

Apaan AM dan PM itu? Mungkin dalam penulisan waktu dalam Bahasa Indonesia kita tidak menemukannya. Akan tetapi, dalam penulisan waktu dalam Bahasa Inggris, kita akan menemukan penulisan waktu seperti ini. Bagi yang familiar dengan penggunaan jam di ponsel, mungkin sebagian dari kita ada yang mengeset waktu di ponselnya dengan format 12 jam, tetapi tidak terlalu memperhatikan AM dan PM yang terletak dibelakang bilangan angka yang menunjukkan jamnya.

Jadi, apakah AM dan PM itu?



AM adalah singkatan dari Ante Meridiem, yaitu format  penunjuk waktu 12 jam, dari jam 00.00 malam sampai jam 11.59 siang. Ante meridiem sendiri artinya adalah before noon alias sebelum tengah hari. Tengah hari dalam format waktu 12 jam adalah jam 12 siang teng.

Sementara itu, PM adalah singkatan dari Post Meridiem, yaitu format penunjuk waktu 12 jam, dari jam 12.00 siang sampai jam 23.59 malam. Post meridiem artinya after noon atau setelah tengah hari.

Dalam penulisan yang sesuai dengan kaidah gramatikal Bahasa Inggris, penulisan AM dan PM menggunakan huruf kecil a, p, dan m yang dipisah dan diakhiri dengan tanda titik (.). Kemudian, angka yang digunakan sebagai penunjuk jam juga hanya dari 1 sampai 12. Bila jam masih menunjukkan angka satuan seperti angka 1 sampai 9, maka penulisan angkanya langsung ditulis saja tanpa dipasangkan dengan angka nol (0) di depannya. Yang terakhir, untuk memisahkan penunjuk angka jam dan angka menit, gunakan tanda titik dua (:).

Contohnya:
Pukul 5 pagi = 5:00 a.m.
Pukul 2 dini hari =
 2:00 a.m
Pukul 3 lewat 15 menit dini hari = 3:15 a.m.
Pukul 9 lewat 30 menit pagi = 9:30 a.m.
Pukul 11 lewat 59 menit siang = 11:59 a.m.
Pukul 12 tengah malam = 12.00 a.m.
Pukul setengah 1 malam = 12:30 a.m.
Pukul 5 sore = 5:00 p.m.
Pukul 3 lewat 45 menit siang hari = 3:45 p.m.
Pukul 6 lewat 15 menit petang hari = 6:15 p.m.
Pukul 8 lewat 30 menit malam = 8:30 p.m.
Pukul 11 lewat 59 menit malam =11:59 p.m.
Pukul 12 siang = 12:00 p.m.
Pukul setengah 1 siang = 12:30 p.m.

Dari contoh-contoh penulisan jam diatas, kita bisa lihat kalau penulisan jam tidak ada yang menggunakan angka 13, 14, 15, dan seterusnya untuk penunjuk jam 1, 2, 3 dan seterusnya. Dari contoh diatas juga kita bisa lihat tidak ada penulisan jam 00:00 dalam penulisan format 12 jam, melainkan ditulis dengan 12:00 a.m.. Selain itu, jam 11:59 p.m. adalah jam 11 lewat 59 menit di malam hari, alias satu menit sebelum tengah malam. Sementara itu, penulisan jam 12:00 p.m. artinya jam 12 siang. Begitu juga sebaliknya, jam 11:59 a.m. adalah jam 11 lewat 59 menit di siang hari, alias satu menit sebelum jam 12 siang bolong. Penulisan jam 12 malam teng adalah 12:00 a.m.

AM, a.m., PM, atau p.m.?

Jika kita melihat perkembangan cara penulisan format waktu 12 jam, kita juga sering melihat format 12 jam yang diketik dalam huruf kapital. Sebenarnya, yang benar adalah menggunakan huruf kapital yang ukurannya diperkecil. Contohnya:

Pukul 12 tengah malam = 12.00 AM
Pukul setengah 1 malam = 12:30 AM
Pukul 5 sore = 5:00 PM
Pukul 3 lewat 45 menit siang hari = 3:45 PM

Pukul 3 lewat 45 menit siang hari = 3:45 PM
Yang benar PM dengan ukuran diperkecil (small caps) atau p.m.



Bagaimana? Sudah tahu penulisan dan perbedaannya? Coba tulis jam berapa ini di dalam buku tulismu.

Friday, August 11, 2017

Suffix “-s” dan “-es” Pada Plural Countable Noun

Suffix? Plural Countable Noun? Apaan itu? Makhluk apa itu? Pastinya akan ada yang bertanya seperti itu jika dihadapkan dengan istilah seperti judul diatas. Ya, bagi yang nggak familiar dengan istilah bahasa Inggris, pasti akan bingung dan bertanya-tanya. Kalau nggak bertanya setidaknya dalam hati, berarti antara dua, sudah mengerti atau nggak minta sama sekali dengan Bahasa Inggris. Hihihi...



Bahasan kali ini adalah tentang gimana caranya kita menggunakan akhiran “-s” dan “-es”  di belakang noun atau kata benda. Root atau kata dasar dari sebuah noun dalam Bahasa Inggris biasanya hanya menunjukkan bahwa jumlahnya satu, tidak lebih. Apalagi kalau sudah makin diperjelas dengan artikel “a” atau “an” di depan noun-nya. Contohnya kayak dibawah ini.

An apple
An egg
A book
A car
A pencil
A box
A table
A trophy

Dari makna gramatikalnya, semua kata benda diatas hanya  berjumlah satu. Tidak lebih.

Jadi gimana kalau jumlah apelnya ada dua? Jumlah telurnya ada tiga? Atau jumlah bukunya ada 1000? Yang pasti, jumlah bukunya ada 1000 itu pasti milik perpustakaan, atau orang yang suka membaca buku. Hehehe.

Balik ke bahasan.

Contoh diatas itu semuanya adalah singular noun alias kata benda yang tunggal, atau jumlah bendanya cuma satu. Untuk membuat noun menjadi jamak atau plural, kita perlu menambahkan akhiran “-s” atau “-es” dibelakang noun. Nah, perlu diingat kalau noun yang bisa dijadikan ke bentuk jamak (plural) adalah countable noun alias kata benda yang bisa dihitung satu-satu, seperti apel, mobil, buku, pensil, meja, kursi, kotak dan lain-lain. Kata benda seperti uang, gula, garam, rambut itu termasuk golongan noun yang tidak dapat dihitung jumlahnya alias uncountable noun. Uncountable noun selalu dianggap berjumlah satu.

Oke, sekarang kita coba mengubah sederetan contoh kata benda diatas menjadi bentuk jamak.

Apple à  Some apples
Egg à  Some eggs
Book à  Two books
Car à Three cars
Pencil à Five pencils
Box à Three boxes
Table à Two tables
Trophy à Two thropies

Jika kita perhatikan, ada perbedaan yang terjadi saat deretan contoh noun tadi dijamakkan. Ada yang ujung katanya cukup memakai “-s” ada juga yang ujung katanya memakai “-es”. Kenapa bisa begitu? Disini muncul aturan kapan kita menggunakan “-s” dan kapan kita menggunakan “-es”.

Jika kita ingin menjadikan sebuah noun menjadi bentuk plural, maka kita hanya cukup menambahkan suffix “-s” saja. Akan tetapi, akan berbeda kejadiannya jika huruf belakangnya X, F, S, O, Y, dua huruf SH, dan dua huruf CH. Jika sebuah noun diakhiri dengan huruf-huruf yang disebutkan tadi, maka untuk menjadikan noun-nya bentuk jamak, harus ditambahkan “-es” dengan aturan dibawah ini:

1. Noun diakhiri huruf X, O dan dua huruf SH dan CH.
Kalau noun-nya berakhir dengan huruf X, O, dua huruf SH dan CH, maka wajib memakai “-es” dibelakang noun untuk menjadikannya ke bentuk plural. Contohnya:
Akhiran X:
A fox à Foxes
A box à Boxes

Akhiran O:
A tomato à Tomatoes
A potato à Potatoes

Akhiran dua huruf SH:
A wish à Wishes
A dish à Dishes

Akhiran dua huruf CH:
A watch à Watches
A church à Churches

2. Noun diakhiri dengan huruf S.
Kalau noun-nya berakhir dengan huruf S, untuk menjadikannya ke bentuk plural harus dengan akhiran “-es”. Akan tetapi, aturannya harus ditambah huruf S ekstra setelah kata dasar noun-nya, kemudian baru ditambah “-es” nya. Contohnya:
Akhiran S:
A bus à Busses

3. Noun diakhiri dengan huruf F.
Kalau noun-nya berakhir dengan huruf F, maka wajib ditambah “-es” untuk menjadikannya plural, tetapi dengan aturan huruf F diganti dengan V, kemudian ditambahkan “-es”. Contohnya:
A knife à Knives
A thief à Thieves
A leaf à Leaves
A dwarf à Dwarves

4. Noun diakhiri dengan huruf Y.
Kalau noun-nya berakhir dengan huruf Y, maka wajib pakai “-es” dibelakangnya untuk menjadikannya plural. Akan tetapi, ada aturannya. Huruf Y diubah menjadi huruf I, kemudian ditambah “-es” di belakangnya. Contohnya:
A trophy à Trophies
A property à Properties
A firefly à Fireflies
A butterfly à Butterflies

Akan tetapi, tetap ada pengecualian dalam penambahan “-es” ini walaupun sudah ditentukan caranya. Dalam beberapa kasus, noun yang berakhiran dengan huruf O dan Y bisa cukup ditambahkan “-s” saja.

1. Pengecualian noun yang diakhiri huruf O.
Beberapa noun yang berakhiran huruf O seperti foto dan radio tidak menggunakan akhiran “-es” tetapi langsung ditambahkan “-s” saja dibelakang kata untuk menjadikannya ke bentuk plural.
A photo à Photos
A radio à Radios

2. Pengecualian noun yang diakhiri huruf Y.
Beberapa noun yang berakhiran dengan huruf Y juga langsung ditambahkan “-s” saja, dengan syarat huruf sebelum Y adalah huruf vokal a, u, o.
A day à Days
A guy à Guys
A boy à Boys
A gay à Gays

Bagaimana? Mudah dimengerti aturannya tidak? Ribet ya? Ya, memang awalnya ribet, tetapi jika kita belajar pelan-pelan dan serius, aturan ini bisa kita mengerti dalam kurang dari dua jam. Selamat belajar!

Wednesday, August 09, 2017

Pengalaman Menjadi Guru





“Hello! My name is Sari. You can call me Miss Sari!”

Begitulah caraku memperkenalkan diri kepada anak-anak didikku di depan kelas. Mau mereka masih SD, atau sudah SMP atau malah sudah SMK yang nyaris tamat. Mereka menanggapiku dengan antusias di menit-menit pertama. Namun, setelah jam pelajaran berlalu 20 menit, mereka mulai bosan dan mengacuhkan aku.

“Oh, god! Saya dicuekin!”

Bila bercerita pengalaman menjadi guru, rasanya mungkin tidak ada habis-habisnya. Mulai dari pengalaman mengajar siswa ecek-ecek di kelas Microteaching saat masih di kampus, hingga akhirnya dilepas ke sebuah Madrasah Aliyah Negeri tempat Program Pengalaman Lapangan. Banyak hal yang kupelajari di sekolah tempatku PPL, dari hal yang menyenangkan sampai hal yang membuatku berhenti untuk menjadi guru.

Saat PPL, aku mendapatkan tugas untuk mengajar hampir semua kelas yang dipegang oleh guru pamong atau guru asuhku. Enam belas jam seminggu! Dari kelas jurusan IPA yang anak-anaknya serius-sunyi-senyap sampai kelas jurusan IPS yang amburadul-nggak-tau-bilang-gimana. Aku bersyukur kelas yang ditugaskan denganku masih satu level, sehingga aku tidak perlu repot-repot memikirkan dua bahan materi ajar per minggu. Satu bahan materi ajar per minggu saja sudah repot, waktu itu. Hahaha.

Selain menggunakan papan tulis, aku suka menggunakan karton warna-warni yang berisi materi ajar kubuat sendiri di rumah. Karena tidak setiap kelas difasilitasi infokus, jadi aku menggunakan karton sebagai gantinya. Soal biaya, memang lebih. Tetapi, aku merasa lebih terbantu. Papan tulis lebih sering kugunakan untuk contoh soal secara langsung atau untuk menggambar bentuk poster atau karikatur orang yang sedang berdialog. Aku juga sering membuatkan tes kepada mereka, juga membuat daftar nilai secara terang-terangan. Ada juga siswa ini kumotivasi untuk belajar lebih, tidak hanya dalam pelajaranku, tetapi juga pelajaran lain. “Temukan minat dan bakat kalian sekarang, sebelum terlambat,” pesanku.

Sekarang sudah tiga tahun berlalu setelah PPL. Aku melihat memperhatikan beberapa anak didikku dulu sudah kuliah, bahkan sudah ada yang hampir selesai skripsinya. Aku senang melihat mereka yang berhasil hingga saat ini. Namun, sesaat sebelum Program Pengalaman Lapangan itu berakhir, aku merasakan bahwa menjadi guru adalah tugas yang berat. Melelahkan sekali. Aku harus pontang-panting memikirkan nilai siswa yang rendah dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum agar ia bisa setidaknya mendapatkan nilai serata dengan KKM. Terlebih, saat PPL, aku tidak menerima bayaran sepeserpun. Selain itu, menertibkan anak-anak yang bandel menjadi tantangan terberat buatku, di dalam kelas maupun di lapangan. Banyak anak-anak yang menganggapku dan rekan mahasiswa “hanya mahasiswa PPL” yang bisa mereka lakukan semena-mena. Aku menanggapinya dengan maklum, mereka masih kecil dan belum tahu dunia. Akan tetapi, jika kuteruskan, sepertinya aku tidak mau lagi. Sejak itu, aku tidak ingin menjadi guru lagi, walaupun setelah wisuda nanti gelarku Sarjana Pendidikan.

Sayangnya, tekad itu tidak berlangsung lama. Selepas wisuda, aku mencari pekerjaan lain, tetapi tidak ada yang awet. Berselang 4 tahun kemudian, aku mulai merasa bahwa tidak ada pilihan pekerjaan lain untukku yang sesuai dengan skill diluar mengajar. Akhirnya aku memantapkan diri untuk melamar ke sekolah-sekolah yang ada di kota Meulaboh, dan akhirnya aku diterima di sebuah Sekolah Menengah Kejuruan. SMK adalah sekolah yang diluar ekspektasiku sebagai tempat bekerja, mungkin karena stereotip yang seringnya didengar di telinga kita, siswanya kebanyakan cowok dan bandel. Again, menertibkan anak merupakan tantangan terbesarku. Akan tetapi, aku bisa melaluinya perlahan.

Setelah menjadi guru di SMK itu selama kurang dari satu semester, aku pun mencoba mencari peruntungan di sekolah lain. Bukannya mencari tempat lain selain sekolah, justru aku malah mencari sekolah yang lain. Seorang senior menawarkanku ke sebuah pesantren setingkat SMP. Aku tak menyia-nyiakannya. Akupun melamar ke pesantren itu, dengan maksud menjadi guru Bahasa Inggris. Akan tetapi, aku justru dipanggil sebagai guru Bahasa Jepang. Awalnya aku ragu, akan tetapi, ini sebuah kesempatan bagiku untuk mengambil pelajaran baru dari pengalaman. Bagaimana jadinya jika aku mengajar bidang bahasa yang berbeda?

Pelajaran Bahasa Jepang sebagai Muatan Lokal di kurikulum pesantren itu membuatku banyak belajar. Aku merasa seperti siswa. Malam aku harus belajar dan mempersiapkan diri. Tidak hanya materi ajar per tema saja yang kupersiapkan, tetapi juga bagaimana nantinya caraku menjelaskan didepan kelas.

Selain itu, aku juga mengajar di sebuah les rumahan milik seorang rekan guru. Anak didiknya adalah anak-anak Madrasah Ibtidaiyah. Aku yang terbiasa mengajar level tinggi di MAN, SMK dan SMP, tantangan ini membuatku belajar lebih bagaimana agar aku bisa menangani mereka semua dengan baik.


Inilah yang sedang kujalani. Pengalaman hebat, yang membuatku bertemu dengan anak-anak yang cerdas dan anak-anak yang bandel. Mereka semua memberikanku ilmu, membuatku introspeksi dan terus bersemangat untuk memperbaiki diri dan terus belajar. Terima kasih buat semuanya, kalian luar biasa.

Tuesday, July 11, 2017

Apa Yang Terjadi Kalau Es di Bumi Mencair?

Pasti kita sudah pernah mendengar kalau bumi kita sebagian besarnya terdiri dari air. Apakah itu air asin yang ada di laut, di sungai-sungai dan danau yang ada di daratan, dan di awan yang ada di udara. Tak lupa pula air juga ada di dispenser dan kulkas rumah kita. Air yang ada di bumi kita tidak selalu dalam bentuk cair. Bahkan sebenarnya 3% air di bumi adalah air beku yang berbentuk, tentu saja, es.

Apa yang terjadi jika es-es di bumi ini semuanya berubah wujud menjadi bentuk cairnya?

Berdasarkan tayangan di Kok Bisa, ada beberapa skenario yang dikemukakan oleh peneliti tentang ini. Skenario perihal mencairnya es bukanlah skenario happy ending kayak drama India.

Sumber foto: phsy.org

Skenario pertama yang dikemukakan jika es di bumi mencair adalah naiknya permukaan air laut. Kalau es yang mencair hanyalah es yang mengapung-apung di kutub utara, kenaikan permukaan air laut tidak akan terlalu terlihat secara signifikan. Seperti halnya batu es yang mengapung di segelas kopi dingin, es itu akan mencair akan tetapi tidak akan membuat kopi dinginnya penuh lagi. Hal ini dikarenakan volume air dalam bentuk es dan cair adalah sama. Bahkan ada penelitian yang membuktikan volume air dalam bentuk cair lebih ringan nol koma sekian miligram!

Namun, akan jadi cerita yang berbeda jika es di daratan Alaska dan Greenland ikutan mencair. Permukaan air laut akan naik kira-kira hingga 7 meter. Itu baru semua es yang ada di kutub utara. Bagaimana kejadiannya jika es yang di kutub selatan juga mencair? Jelas, keadaannya akan lebih celaka lagi daripada tsunami Aceh tahun 2004. Benua Antartika adalah tempat yang nyaris tak berpenghuni saking dinginnya karena disana lebih banyak es daripada daratannya. 90% es di bumi tersimpan disana. Jika es di kutub utara meleleh, maka permukaan air akan naik sektiar 61 meter, dan itu dua kali lipat lebih gelombang tsunami terparah pada tahun 2004 di Aceh.

Skenario lainnya yang diungkapkan adalah berubahnya iklim di bumi. Jika es yang notabene adalah air tawar mencair, maka salinitas atau kadar garam di lautan akan menurun. Catatan bahwa salinitas air laut sangat berpengaruh pada arus air laut, sehingga dapat berpengaruh kepada iklim di bumi yang sekarang saja sudah tidak jelas lagi dan juga migrasi ikan-ikan yang ada di lautan. Bisa-bisa kita akan mengalami krisis ikan karena ikan laut sangat tergantung dengan keasinan air untuk bertahan hidup.

Sumber foto: climate-change-guide.com

Skenario terakhir adalah yang paling parah, yaitu pemanasan global yang makin parah. Peran es yang ada di kutub utara dan selatan sebenarnya bukanlah hanya cadangan air di bumi, tetapi juga sebagai cermin bumi. Maksudnya, bumi kita kan setiap saat terpapar oleh sinar matahari. Jadi, sinar matahari yang masuk ke bumi ada yang dipantulkan kembali ke angkasa dengan es-es yang ada di kutub dan ada yang diserap bumi. Sinar matahari yang sudah ada sekarang saja membuat bumi dan penghuninya kepanasan, apalagi kalau cermin-cermin es di bumi juga lenyap. Nggak akan kebayang betapa panasnya nanti bumi kita. Itu baru es yang di kedua kutub bumi, belum lagi permafrost atau es yang ada di dalam bumi. Jika permafrost ikut mencair, maka zat-zat karbon yang ada di dalam bumi pun ikut terurai dan akan menambah panasnya bumi kita.

Walaupun skenario diatas masih prediksi ilmiah semata, namun ada baiknya kita mulai mengambil tindakan untuk mencegah hal-hal seperti ini akan terjadi. Contohnya dengan menghemat penggunaan energi dan tindakan lain yang dapat mencegah pemanasan global semakin panas. By the way, dulu bumi sempat tidak punya es sama sekali, lho. Masa itu disebut dengan Epos Eocene yang terjadi pada 56-33 juta tahun yang lalu. Oleh karena itu, bisa saja masa itu terjadi lagi di masa yang akan datang. Akan tetapi, seperti skenario yang dijabarkan diatas tadi, tidak ada yang berakhir dengan happy ending, justru dapat membahayakan jiwa para penghuni bumi ini.


Jadi, langkah apa saja yang sudah kita lakukan untuk mengurangi pemanasan global?

Monday, July 10, 2017

Kenapa Bahasa Jepang Menggunakan Tulisan Kanji?

Tertarik dengan bahasa Jepang?

Buat yang tertarik dengan bahasa Jepang, pasti mengenali kalau bahasa yang satu ini cukup unik dalam segi tulisannya. Jika kita melihat teks lirik dari sebuah lagu Jepang, kita akan menjumpai karakter yang bikin kita bingung bagaimana cara membacanya. Bagi yang sudah belajar sedikit dasarnya, kita akan mengenali di dalam sebuah teks bahasa Jepang ada tiga jenis tulisan yang digunakan yaitu hiragana, katakana dan kanji.

Hiragana dan katakana cukup mudah dikenali, namun lumayan sulit untuk dihafal dalam sehari. Kedua jenis tulisan ini mewakili satu bunyi pada masing-masing karakternya. Bedanya hiragana an katakana adalah hiragana digunakan untuk menulis kata-kata yang asli dari bahasa Jepang, dan katakana umumnya digunakan untuk menulis kata-kata yang berasal dari serapan bahasa asing, nama orang asing, dan judul-judul buku, film, anime, lagu, dan lain-lain. Selain itu, coretannya lebih simpel daripada jenis tulisan ketiga dalam bahasa Jepang, yaitu kanji.

Tulisan kanji sejatinya adalah simbol yang mempunyai satu makna tetapi cara membacanya bisa berbeda-beda tergantung konteks dalam kalimatnya. Bahkan orang Jepang sendiri belum tentu tahu satu simbol kanji bisa dibaca apa saja saking banyaknya. Kanji juga memiliki tulisan yang lebih kompleks daripada hiragana dan katakana, yang bahkan orang Jepang belum tentu bisa menuliskannya dengan tulisan tangan. Jumlah tulisan kanji yang digunakan dalam bahasa Jepang ada 2.136 karakter.

Nah, lalu, kenapa dalam bahasa Jepang sampai menggunakan tiga jenis tulisan seperti itu?

Menurut Yuta, ada beberapa sebab mengapa bahasa di negaranya menggunakan tiga tulisan. Salah satu sebabnya adalah readibility atau dapat dibaca. Jika sebuah kalimat bahasa Jepang hanya dituliskan dalam tulisan hiragana, mereka akan sangat mudah membacanya, akan tetapi membingungkan, sulit dimengerti apa maksud dari kalimat tersebut.

1.) Teks bahasa Jepang yang ditulis hanya dalam hiragana.
----


2.) Teks bahasa Jepang yang ditulis dengan menggunakan hiragana, katakana dan kanji.
-----
3.) Diberi warna agar bisa dibedakan. 
Sumber: That Japanese Man Yuta

Berbeda dengan sistem tata cara penulisan dalam bahasa Indonesia dan banyak bahasa lainnya yang menggunakan alfabet, bahasa Jepang tidak menggunakan spasi untuk memisahkan kata per kata. Jadi, penggunaan tiga tulisan dalam bahasa Jepang itu dapat membedakan antara satu kata dan kata lainnya sehingga akan lebih mudah dibaca dan dimengerti.

Sebab kedua yang diutarakan Yuta adalah untuk menghindari kesalahan makna dari kata yang memiliki cara pengucapan yang sama.

Kata-kata dalam bahasa Jepang banyak yang homofon dan homograf. Kalau dalam bahasa Indonesia, kata “bisa” mempunyai dua makna, bisa dalam arti dapat atau mampu dan bisa dalam arti racun ular, dalam bahasa Jepang kita akan banyak menjumpai kata dengan bunyi dan tulisan yang sama dalam hiragana, tetapi memiliki lima atau lebih arti yang berbeda! Wow.

1.) Kosakata dalam bahasa Jepang yang homofon dan homograf jika ditulis dalam hiragana.
----- 
2.) Kosakata homofon/homograf yang ditulis dengan tulisan kanji. 
------
 3.) Kosakata serapan bahasa asing yang homofon.
Sumber: That Japanese Man Yuta


Ya, sebenarnya kosakata dalam bahasa Jepang tidaklah sekaya kosakata bahasa Inggris atau bahasa Indonesia karena sebab-sebab linguistik yang tidak bisa dijelaskan disini.

Kembali ke soal homofon dan homograf, oleh karena itu tulisan kanji dapat membedakan kata yang memiliki bunyi atau cara baca yang sama. Karena kanji adalah simbol yang mempunyai makna tersendiri berdasarkan sejarahnya, maka kanji dapat membedakan makna satu kata walaupun cara bacanya sama.

Lalu, kenapa kata-kata dalam bahasa Jepang banyak yang homofon?

Menilai dari writing system yang digunakan dalam bahasa Jepang, pastinya kita dapat menduga kalau ini disebabkan karena banyak kata-kata yang mereka serap dari bahasa Mandarin/Cina. Tidak hanya itu, kata dalam bahasa Inggris yang diserap ke bahasa Jepang juga ada yang homofon dan homograf dalam bentuk tulisan katakana. Misalnya “light” dan “right”.

Jadi, kenapa dalam bahasa Jepang banyak sekali tulisan kanjinya? Apa nggak bisa dikurangi? Kan kita mau belajar bahasa Jepang, tapi kalau tulisannya banyak dan susah banget diingat gitu sampai kapan baru bisa menghafalnya?

Kata Yuta, sebenarnya tulisan kanji dalam bahasa Jepang sudah dikurangi dari masa ke masa. Bahkan tulisan kanji Jepang zaman sekarang sudah lebih sederhana ketimbang kanji Jepang berabad-abad yang lalu. Selain itu, seorang ahli bahasa bernama John C Pelzel mencoba membuat romaji atau latinisasi bahasa Jepang, namun hasilnya tidak seakurat sebagaimana cara pelafalan semestinya dalam writing system bahasa Jepang.

Selain itu, Yuta juga mengungkapkan sebab lain mengapa tulisan kanji tidak bisa dihapuskan dalam bahasa Jepang. Yang pertama adalah masalah integritas sejarah yang berkaitan dengan Jepang itu sendiri. Menurutnya, jika tulisan kanji benar-benar dihapus, orang Jepang kekinian tidak akan bisa membaca dokumen sejarah dan buku-buku jadul mereka. Hal ini otomatis akan memutuskan hubungan antara sejarah negeri mereka dan orang modern yang kekinian hanya karena tulisan kanji dihapuskan dan tidak dipelajari lagi.

Sebab keduanya adalah fungsi semantik dalam ungkapan-ungkapan bahasa Jepang yang sering dijumpai dalam tulisan. Kita ambil contoh kata-kata dalam bahasa Indonesia seperti metafisika atau metagenomika. Bagi kita yang baru saja menemukan kedua kata itu, kita mungkin bisa mengira-ngira apa maknanya dengan mengartikan meta dan fisika, misalnya. Begitu juga hal yang berlaku dalam bahasa Jepang. Tulisan kanji dapat membantu mereka menduga makna kata atau ungkapan yang baru saja ditemukan dalam sebuah teks.

Dengan tulisan kanji, pembaca dapat mengira-ngira makna dari kata/ungkapan tersebut.
Sumber: That Japanese Man Yuta

Selanjutnya adalah ekspresi dalam menulis. Jika kita menemukan sebuah tulisan berbahasa Jepang yang full ditulis dalam tulisan hiragana, kita bisa menduga tulisan tersebut seperti ditulis oleh seorang anak kecil yang belum hafal katakana dan kanji. Tapi, kalau kita menemukan teks yang ditulis full dalam tulisan katakana justru kelihatannya seperti diketik oleh robot.

Hm, kedengarannya rumit sekali untuk benar-benar menghapus penggunaan tulisan kanji dalam bahasa Jepang, ya?

Selanjutnya Yuta mengungkapkan sebab terakhir yang mengapa bahasa Jepang menggunakan tulisan kanji dan tidak bisa semudah itu ditiadakan adalah keterikatan antara orang Jepang itu sendiri dengan identitasnya sebagai bangsa yang memiliki kebudayaan yang indah dan unik. Tulisan kanji merupakan unsur dari salah satu kebudayaan mereka, bahasa mereka. Jadi, jika sudah ada keterikatan antara masyarakat dan budayanya, pastilah ini jadi identitas mereka dan tidak bisa dihapuskan begitu saja dengan mudah.

Wuah, ternyata kalau sudah terikat, sudah cinta, akan susah dilepas walaupun tulisan kanji itu sulit dipelajari, bahkan bagi masyarakat Jepang sendiri.


Bagaimana dengan kita dengan budaya Indonesia kita? Adakah kita secinta masyarakat Jepang dengan kebudayaan mereka?