Tulisan ini adalah Serial Postingan Blog Tugas PembaTIK 2024 yang diajukan untuk memenuhi tugas akhir pelatihan.
Tuesday, October 29, 2024
Sunday, November 11, 2018
Apa bedanya “Have Been To” dan “Have Gone To”?
Hm, sudah lama banget ya Miss Rizu nggak mencatat learning log disini. Setahun. Selama setahun, banyak yang Miss Rizu pelajari, baik di bidang perbahasaan (?) maupun di bidang ilmu lainnya. Kali ini, untuk menyegarkan kembali blog yang telah lama tidak update, Miss mau catat tentang “Have Been To” dan “Have Gone To”. Yak, tentang tenses, khususnya Present Perfect Tense.
Perfect.
Pasti banyak yang mengira maksud perfect ini adalah sempurna. Memang benar, tapi perfect lebih merujuk kepada kegiatan yang telah selesai dilakukan. Mau hasil kegiatannya itu hancur atau sempurna, istilah dalam English Grammar itu tetap “perfect”. You have completed that thing.
Jadi, Present Perfect Tense itu menggambarkan kegiatan yang sudah atau pernah terjadi, atau barusan selesai dilakukan. Jadi, kalau dalam terjemahannya ke Bahasa Indonesia, kata kuncinya itu “sudah”, “pernah”, “baru saja”, dan untuk bentuk kalimat negatifnya “belum”.
Sebenarnya Present Perfect Tense sering membuat bingung siswa Miss dan Miss sendiri kalau enggak jeli dengan keyword atau kata kunci keterangannya. Okelah, dengan keterangan, mampulah kita membedakannya. Namun jika tidak ada keterangannya? Hanya pattern S-V-O? Ya, kita perlu membedah makna kalimatnya, atau konteks yang tersedia jika sebelum kalimat itu ada pertanyaan atau berbentuk percakapan. Oke, untuk bahasan soal Perfect Tenses lebih lanjut, akan dibahas di postingan lain.
Kembali ke judul utama,
Jadi, saat membahas tentang Present Perfect Tense, Miss dihadapkan sebuah persoalan yang luput dari perhatian padahal penting, yaitu tentang “Have Been To” dan “Have Gone To”. Saat pertama melihat contoh kalimat yang menggunakan kedua macam Predikat itu, kayaknya artinya sama. Tetapi, wait, setelah dipahami dari percakapan yang tertera, ternyata ada perbedaan makna.
Bedanya “Have Been To” dan “Have Gone To”
Bisa dibilang, “Have Gone To” itu dari:
I go to Jakarta
I went to Jakarta
I am going to Jakarta
I was going to Jakarta
I will go to Jakarta
I have gone to Jakarta
Tapi kalau “Have Been To”?
I am to Jakarta
I was to Jakarta
I am being to Jakarta
I have been to Jakarta...?
Terdengar janggal.
Hm, dengan keterbatasan pengetahuan Miss, kayaknya I can’t figure out darimana “Have Been To” itu. Jadi bisa disimpulkan “Have Been To” nggak serelevan itu, nggak bisa “diterjemahkan” ke tenses lain semudah “Have Gone To”. Kalau ada yang mau bantu menjelaskan secara linguistik, mari, diterima penjelasannya di komentar.
Dengan contoh kalimat yang diberikan:
A = Are you going to the canteen?
B = No, I have been to the canteen. I got 2 fries and coffee milk for us. Here.
A = Oh, thank you.
B = No problem. I understand you had a hard time to finish that task and you might get nothing when you got there at this time.
A = Ahaha, how nice you are, man.
B = Anyway, where’s Kayla? I want to return her book.
A = I am not sure. I think she has gone to the library. That nerdy girl. You like her?
B = What are you talking about? She’s my cousin.
A = Who knows.
Dari makna percakapan diatas, mungkin kita bisa tarik kesimpulan kalau “ Have Been To” dan “Have Gone To” sama-sama membicarakan tentang kunjungan seseorang ke suatu tempat, tetapi dengan perbedaan:
1. Have Been To
Have Been To digunakan untuk membicarakan kunjungan seseorang ke suatu tempat, yang sudah selesai kunjungannya, dan orangnya SUDAH KEMBALI. Have Been To bisa juga untuk ngomongin tempat yang pernah dikunjungi selama hidup, tapi orangnya SUDAH ENGGAK TINGGAL DISANA LAGI alias sudah pindah.
2. Have Gone To
Have Gone To digunakan untuk membicarakan kunjungan seseorang ke suatu tempat, dan dia BELUM PULANG. Which means, kunjungannya BELUM SELESAI DAN DIA BELUM PULANG.
Jadi, kalau dibedah makna contoh kalimat diatas tadi:
1. I have been to the canteen
Artinya, “Saya barusan ke kantin”, lebih dalam lagi maknanya “Saya barusan dari kantin, dan sekarang aku SUDAH KEMBALI ke kelas.”
2. She has gone to the library
Artinya, “Dia sudah pergi ke perpustakaan”, atau lebih dalam lagi, “Dia sudah cus ke perpus dan BELUM KEMBALI ke kelas hingga saat percakapan ini berlangsung.”
Oke, jadi kita ambil contoh kalimat lebih simpel yang identik.
1. I have been to Jakarta.
2. I have gone to Jakarta.
Makna kalimat yang nomor (1) itu, artinya “Saya pernah tinggal di Jakarta”, yang artinya lagi, “Saya pernah disana, tapi SEKARANG ENGGAK LAGI. Saya SUDAH TINGGAL disini sekarang.”
“Ya, disini. Di hatimu.”
Oke, kembali ke topik utama.
Makna kalimat nomor (2) itu, artinya “Saya sudah ke Jakarta”, yang artinya lagi, “Saya sudah cus ke Jakarta, dan SEKARANG LAGI ENGGAK DISINI, dan aku BELUM PULANG.”
“Jadi, tunggu aku sampai pulang, ya.”
Bagaimana, sudah dapat perbedaannya?
Thursday, August 17, 2017
Apa Itu “To Be”?
Buat yang familiar dengan Bahasa Inggris pasti sudah tahu apa itu “to
be”. Ya, kalau ditanya apa itu “to be” pasti jawabannya nggak lain
nggak bukan adalah is, am, dan are. Namun, apakah to be
hanya itu saja? Apa sebenarnya “to be” itu?
To be adalah auxilary
verb atau kata kerja bantu yang biasanya digunakan pada kalimat dalam
bentuk nomina. Sebutan “to be” sebenarnya berasal dari bentuk dasar dari
kata kerja bentuk to infinitive “be”. Kalau kita melihat kamus
dan menemukan ada sebentuk tabel yang menunjukkan perubahan-perubahan kata
kerja dalam Bahasa Inggris, kita akan melihat sederetan kata kerja dengan
bentuk to infinitive seperti to finish, to buy, to eat,
dan lain-lain. Salah satunya, mungkin di deretan paling atas letaknya sesuai
urutan abjad, adalah to be sebagai to infinitive form, be
sebagai simple form atau yang kita kenal dengan verb pertama, was
dan were sebagai simple past form atau yang kita kenal dengan
istilah verb kedua, dan been sebagai past participle atau
kita kenal dengan istilah verb ketiga.
Auxilary verb to be
digunakan pada kalimat-kalimat nomina, yaitu kalimat yang tidak
mengandung kata kerja seperti memasak, mencuci, menjahit, berjalan, berlari,
menangis dan lain-lain. To be digunakan bila objek di dalam kalimatnya
adalah kata benda atau kata sifat. Selain itu, to be sering diartikan
sebagai “adalah” dalam Bahasa Indonesia, dalam pengertian penunjuk
identitas kata benda yang akan dijelaskan setelah to be.
To be dalam Bahasa
Inggris terbagi atas dua jenis waktu. Dalam bentuk Present Tense, kita
mengenal is, am, dan are sebagai to be. Dalam
bentuk Past Tense, kita mengenal was dan were sebagai to
be. Penggunaan to be dalam kalimat juga tergantung dengan subjek
dalam kata ganti orang atau pronoun.
Contoh penggunaan to be dalam bentuk kalimat nomina yang simpel adalah:
I am a student
Saya adalah seorang siswa
You are a teacher
Anda adalah seorang guru
They are good friends
Mereka adalah teman yang baik
We are English
students
Kita adalah siswa Bahasa Inggris
He is a professor
Dia adalah seorang guru besar
She is beautiful
Dia cantik
It is a cat
Itu adalah seekor kucing
Jika memperhatikan contoh diatas, a student, a teacher, good
friends, English students, a professor dan a cat semuanya adalah
kata benda yang menunjukkan identitas. Sedangkan beautiful merupakan kata sifat. Selain
itu contoh diatas juga merupakan contoh kalimat dalam simple present tense.
Kita dapat melihat bila to be yang ada diantara subjek dan objek berupa
kata benda dan kata sifat tersebut merupakan kata kerja bantu yang dapat melengkapi
kalimat.
Lalu bagaimana dengan yang dalam bentuk past tense?
Perhatikan contoh ini.
I was a kid
Saya adalah anak-anak
Maknanya: Sekarang sudah dewasa
You were young
Anda muda
Maknanya: Sekarang sudah tidak muda lagi
They were bad
guys
Mereka adalah orang jahat
Maknanya: Sekarang bukan orang jahat lagi
We were stupid
Kita bodoh
Maknanya: Sekarang nggak bodoh lagi, udah banyak belajar
He was sick
Dia sakit
Maknanya: Sekarang dia sudah sembuh
She was here
Dia disini
Maknanya: Sekarang dia sudah pergi
It was fun
Itu menyenangkan
Maknanya: Kemarin menyenangkannya, sekarang sudah biasa saja
Jika kita perhatikan, a kid dan bad guys adalah kata
benda. Kemudian, young, stupid, sick, dan nice
adalah kata sifat. Yang terakhir, here adalah sebuah kata tunjuk yang
berarti “disini”. Karena was dan were merupakan auxilary
verbs untuk Past Tenses atau tenses masa lampau, maka makna
kalimat yang dijelaskan dengan fakta yang sekarang adalah kebalikannya.
Fungsi to be bisa dikatakan mirip dengan fungsi verb atau
kata kerja dalam kalimat. Sebuah kalimat utuh membutuhkan predikat. Dengan pola
yang mirip dengan Bahasa Indonesia, subjek – predikat – objek, to be
menjadi predikat dalam kalimat ketika kalimat itu tidak mengandung kata kerja
atau verb. Oleh karena itu, to be menjadi auxilary verb
atau kata kerja bantu dalam kalimat nomina berbahasa Inggris.
Bagaimana? Kira-kira sudah bisa membuat kalimat simpel dalam Bahasa
Inggris menggunakan to be?
Yang Benar Itu AM, a.m., PM, Atau p.m.?
Apaan AM dan PM itu? Mungkin dalam penulisan waktu dalam Bahasa Indonesia
kita tidak menemukannya. Akan tetapi, dalam penulisan waktu dalam Bahasa
Inggris, kita akan menemukan penulisan waktu seperti ini. Bagi yang familiar
dengan penggunaan jam di ponsel, mungkin sebagian dari kita ada yang mengeset
waktu di ponselnya dengan format 12 jam, tetapi tidak terlalu memperhatikan AM
dan PM yang terletak dibelakang bilangan angka yang menunjukkan jamnya.
Jadi, apakah AM dan PM itu?
AM adalah
singkatan dari Ante Meridiem, yaitu format penunjuk waktu 12 jam, dari jam 00.00 malam
sampai jam 11.59 siang. Ante meridiem sendiri artinya adalah before noon
alias sebelum tengah hari. Tengah hari dalam format waktu 12 jam adalah
jam 12 siang teng.
Sementara itu, PM adalah singkatan dari Post Meridiem,
yaitu format penunjuk waktu 12 jam, dari jam 12.00 siang sampai jam 23.59
malam. Post meridiem artinya after noon atau setelah tengah hari.
Dalam penulisan yang sesuai dengan kaidah gramatikal Bahasa
Inggris, penulisan AM dan PM menggunakan huruf kecil a, p, dan m yang dipisah
dan diakhiri dengan tanda titik (.). Kemudian, angka yang digunakan sebagai
penunjuk jam juga hanya dari 1 sampai 12. Bila jam masih menunjukkan angka satuan
seperti angka 1 sampai 9, maka penulisan angkanya langsung ditulis saja tanpa
dipasangkan dengan angka nol (0) di depannya. Yang terakhir, untuk memisahkan
penunjuk angka jam dan angka menit, gunakan tanda titik dua (:).
Contohnya:
Pukul 5 pagi = 5:00 a.m.
Pukul 2 dini hari = 2:00 a.m
Pukul 2 dini hari = 2:00 a.m
Pukul 3 lewat 15 menit dini hari = 3:15 a.m.
Pukul 9 lewat 30 menit pagi = 9:30 a.m.
Pukul 11 lewat 59 menit siang = 11:59 a.m.
Pukul 12 tengah malam = 12.00 a.m.
Pukul setengah 1 malam = 12:30 a.m.
Pukul 5 sore = 5:00 p.m.
Pukul 3 lewat 45 menit siang hari = 3:45 p.m.
Pukul 6 lewat 15 menit petang hari = 6:15 p.m.
Pukul 8 lewat 30 menit malam = 8:30 p.m.
Pukul 11 lewat 59 menit malam =11:59 p.m.
Pukul 12 siang = 12:00
p.m.
Pukul setengah 1 siang = 12:30 p.m.
Dari contoh-contoh penulisan jam diatas, kita bisa lihat kalau
penulisan jam tidak ada yang menggunakan angka 13, 14, 15, dan seterusnya untuk
penunjuk jam 1, 2, 3 dan seterusnya. Dari contoh diatas juga kita bisa lihat
tidak ada penulisan jam 00:00 dalam penulisan format 12 jam, melainkan ditulis
dengan 12:00 a.m.. Selain itu, jam 11:59 p.m. adalah jam 11 lewat 59 menit di
malam hari, alias satu menit sebelum tengah malam. Sementara itu, penulisan jam
12:00 p.m. artinya jam 12 siang. Begitu juga sebaliknya, jam 11:59 a.m. adalah
jam 11 lewat 59 menit di siang hari, alias satu menit sebelum jam 12 siang
bolong. Penulisan jam 12 malam teng adalah 12:00 a.m.
Jika kita melihat perkembangan cara penulisan format waktu 12 jam,
kita juga sering melihat format 12 jam yang diketik dalam huruf kapital.
Sebenarnya, yang benar adalah menggunakan huruf kapital yang ukurannya
diperkecil. Contohnya:
Pukul 12 tengah malam = 12.00 AM
Pukul setengah 1 malam = 12:30 AM
Pukul 5 sore = 5:00 PM
Pukul 3 lewat 45 menit siang hari = 3:45 PM
Pukul 3 lewat 45 menit siang hari = 3:45 PM
Yang benar PM dengan ukuran diperkecil (small caps) atau p.m.
Bagaimana? Sudah tahu penulisan dan perbedaannya? Coba tulis jam
berapa ini di dalam buku tulismu.
Friday, August 11, 2017
Suffix “-s” dan “-es” Pada Plural Countable Noun
Suffix?
Plural Countable Noun? Apaan itu? Makhluk apa itu? Pastinya akan ada
yang bertanya seperti itu jika dihadapkan dengan istilah seperti judul diatas.
Ya, bagi yang nggak familiar dengan istilah bahasa Inggris, pasti akan bingung
dan bertanya-tanya. Kalau nggak bertanya setidaknya dalam hati, berarti antara
dua, sudah mengerti atau nggak minta sama sekali dengan Bahasa Inggris.
Hihihi...
Bahasan kali
ini adalah tentang gimana caranya kita menggunakan akhiran “-s” dan “-es” di belakang noun atau kata benda. Root
atau kata dasar dari sebuah noun dalam Bahasa Inggris biasanya hanya
menunjukkan bahwa jumlahnya satu, tidak lebih. Apalagi kalau sudah makin
diperjelas dengan artikel “a” atau “an” di depan noun-nya. Contohnya
kayak dibawah ini.
An apple
An egg
A book
A car
A pencil
A box
A table
A trophy
Dari makna
gramatikalnya, semua kata benda diatas hanya
berjumlah satu. Tidak lebih.
Jadi
gimana kalau jumlah apelnya ada dua? Jumlah telurnya ada tiga? Atau jumlah
bukunya ada 1000? Yang pasti, jumlah bukunya ada 1000 itu pasti milik
perpustakaan, atau orang yang suka membaca buku. Hehehe.
Balik ke
bahasan.
Contoh
diatas itu semuanya adalah singular noun alias kata benda yang tunggal,
atau jumlah bendanya cuma satu. Untuk membuat noun menjadi jamak atau plural,
kita perlu menambahkan akhiran “-s” atau “-es” dibelakang noun. Nah, perlu
diingat kalau noun yang bisa dijadikan ke bentuk jamak (plural)
adalah countable noun alias kata benda yang bisa dihitung
satu-satu, seperti apel, mobil, buku, pensil, meja, kursi, kotak dan lain-lain.
Kata benda seperti uang, gula, garam, rambut itu termasuk golongan noun yang
tidak dapat dihitung jumlahnya alias uncountable noun. Uncountable
noun selalu dianggap berjumlah satu.
Oke,
sekarang kita coba mengubah sederetan contoh kata benda diatas menjadi bentuk
jamak.
Apple à Some
apples
Egg à Some
eggs
Book à Two
books
Car à Three cars
Pencil à Five pencils
Box à Three boxes
Table à Two tables
Trophy à Two thropies
Jika kita
perhatikan, ada perbedaan yang terjadi saat deretan contoh noun tadi
dijamakkan. Ada yang ujung katanya cukup memakai “-s” ada juga yang ujung
katanya memakai “-es”. Kenapa bisa begitu? Disini muncul aturan kapan kita
menggunakan “-s” dan kapan kita menggunakan “-es”.
Jika kita
ingin menjadikan sebuah noun menjadi bentuk plural, maka kita
hanya cukup menambahkan suffix “-s” saja. Akan tetapi, akan berbeda
kejadiannya jika huruf belakangnya X, F, S, O, Y, dua huruf SH, dan dua huruf
CH. Jika sebuah noun diakhiri dengan huruf-huruf yang disebutkan tadi, maka
untuk menjadikan noun-nya bentuk jamak, harus ditambahkan “-es” dengan
aturan dibawah ini:
1. Noun
diakhiri huruf X, O dan dua huruf SH dan CH.
Kalau noun-nya
berakhir dengan huruf X, O, dua huruf SH dan CH, maka wajib memakai “-es”
dibelakang noun untuk menjadikannya ke bentuk plural. Contohnya:
Akhiran X:
A fox à Foxes
A box à Boxes
Akhiran O:
A tomato à Tomatoes
A potato à Potatoes
Akhiran
dua huruf SH:
A wish à Wishes
A dish à Dishes
Akhiran
dua huruf CH:
A watch à Watches
A church à Churches
2. Noun
diakhiri dengan huruf S.
Kalau noun-nya
berakhir dengan huruf S, untuk menjadikannya ke bentuk plural harus dengan
akhiran “-es”. Akan tetapi, aturannya harus ditambah huruf S ekstra setelah
kata dasar noun-nya, kemudian baru ditambah “-es” nya. Contohnya:
Akhiran S:
A bus à Busses
3. Noun
diakhiri dengan huruf F.
Kalau noun-nya
berakhir dengan huruf F, maka wajib ditambah “-es” untuk menjadikannya plural,
tetapi dengan aturan huruf F diganti dengan V, kemudian ditambahkan “-es”.
Contohnya:
A knife à Knives
A thief à Thieves
A leaf à Leaves
A dwarf à Dwarves
4. Noun
diakhiri dengan huruf Y.
Kalau noun-nya
berakhir dengan huruf Y, maka wajib pakai “-es” dibelakangnya untuk menjadikannya
plural. Akan tetapi, ada aturannya. Huruf Y diubah menjadi huruf I,
kemudian ditambah “-es” di belakangnya. Contohnya:
A trophy à Trophies
A property
à
Properties
A firefly à Fireflies
A
butterfly à
Butterflies
Akan
tetapi, tetap ada pengecualian dalam penambahan “-es” ini walaupun sudah
ditentukan caranya. Dalam beberapa kasus, noun yang berakhiran dengan
huruf O dan Y bisa cukup ditambahkan “-s” saja.
1. Pengecualian
noun yang diakhiri huruf O.
Beberapa noun
yang berakhiran huruf O seperti foto dan radio tidak menggunakan akhiran “-es”
tetapi langsung ditambahkan “-s” saja dibelakang kata untuk menjadikannya ke
bentuk plural.
A photo à Photos
A photo à Photos
A radio à Radios
2. Pengecualian
noun yang diakhiri huruf Y.
Beberapa noun
yang berakhiran dengan huruf Y juga langsung ditambahkan “-s” saja, dengan
syarat huruf sebelum Y adalah huruf vokal a, u, o.
A day à Days
A guy à Guys
A boy à Boys
A gay à Gays
Bagaimana?
Mudah dimengerti aturannya tidak? Ribet ya? Ya, memang awalnya ribet, tetapi
jika kita belajar pelan-pelan dan serius, aturan ini bisa kita mengerti dalam
kurang dari dua jam. Selamat belajar!
Wednesday, August 09, 2017
Pengalaman Menjadi Guru
“Hello! My
name is Sari. You can call me Miss Sari!”
Begitulah
caraku memperkenalkan diri kepada anak-anak didikku di depan kelas. Mau mereka
masih SD, atau sudah SMP atau malah sudah SMK yang nyaris tamat. Mereka
menanggapiku dengan antusias di menit-menit pertama. Namun, setelah jam
pelajaran berlalu 20 menit, mereka mulai bosan dan mengacuhkan aku.
“Oh, god!
Saya dicuekin!”
Bila
bercerita pengalaman menjadi guru, rasanya mungkin tidak ada habis-habisnya. Mulai
dari pengalaman mengajar siswa ecek-ecek di kelas Microteaching saat masih di
kampus, hingga akhirnya dilepas ke sebuah Madrasah Aliyah Negeri tempat Program
Pengalaman Lapangan. Banyak hal yang kupelajari di sekolah tempatku PPL, dari
hal yang menyenangkan sampai hal yang membuatku berhenti untuk menjadi guru.
Saat PPL,
aku mendapatkan tugas untuk mengajar hampir semua kelas yang dipegang oleh guru
pamong atau guru asuhku. Enam belas jam seminggu! Dari kelas jurusan IPA yang
anak-anaknya serius-sunyi-senyap sampai kelas jurusan IPS yang amburadul-nggak-tau-bilang-gimana.
Aku bersyukur kelas yang ditugaskan denganku masih satu level, sehingga aku
tidak perlu repot-repot memikirkan dua bahan materi ajar per minggu. Satu bahan
materi ajar per minggu saja sudah repot, waktu itu. Hahaha.
Selain
menggunakan papan tulis, aku suka menggunakan karton warna-warni yang berisi
materi ajar kubuat sendiri di rumah. Karena tidak setiap kelas difasilitasi
infokus, jadi aku menggunakan karton sebagai gantinya. Soal biaya, memang
lebih. Tetapi, aku merasa lebih terbantu. Papan tulis lebih sering kugunakan untuk
contoh soal secara langsung atau untuk menggambar bentuk poster atau karikatur
orang yang sedang berdialog. Aku juga sering membuatkan tes kepada mereka, juga
membuat daftar nilai secara terang-terangan. Ada juga siswa ini kumotivasi
untuk belajar lebih, tidak hanya dalam pelajaranku, tetapi juga pelajaran lain.
“Temukan minat dan bakat kalian sekarang, sebelum terlambat,” pesanku.
Sekarang
sudah tiga tahun berlalu setelah PPL. Aku melihat memperhatikan beberapa anak
didikku dulu sudah kuliah, bahkan sudah ada yang hampir selesai skripsinya. Aku
senang melihat mereka yang berhasil hingga saat ini. Namun, sesaat sebelum
Program Pengalaman Lapangan itu berakhir, aku merasakan bahwa menjadi guru
adalah tugas yang berat. Melelahkan sekali. Aku harus pontang-panting
memikirkan nilai siswa yang rendah dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum agar ia
bisa setidaknya mendapatkan nilai serata dengan KKM. Terlebih, saat PPL, aku
tidak menerima bayaran sepeserpun. Selain itu, menertibkan anak-anak yang
bandel menjadi tantangan terberat buatku, di dalam kelas maupun di lapangan.
Banyak anak-anak yang menganggapku dan rekan mahasiswa “hanya mahasiswa PPL”
yang bisa mereka lakukan semena-mena. Aku menanggapinya dengan maklum, mereka
masih kecil dan belum tahu dunia. Akan tetapi, jika kuteruskan, sepertinya aku
tidak mau lagi. Sejak itu, aku tidak ingin menjadi guru lagi, walaupun setelah
wisuda nanti gelarku Sarjana Pendidikan.
Sayangnya,
tekad itu tidak berlangsung lama. Selepas wisuda, aku mencari pekerjaan lain,
tetapi tidak ada yang awet. Berselang 4 tahun kemudian, aku mulai merasa bahwa
tidak ada pilihan pekerjaan lain untukku yang sesuai dengan skill diluar
mengajar. Akhirnya aku memantapkan diri untuk melamar ke sekolah-sekolah yang
ada di kota Meulaboh, dan akhirnya aku diterima di sebuah Sekolah Menengah
Kejuruan. SMK adalah sekolah yang diluar ekspektasiku sebagai tempat bekerja,
mungkin karena stereotip yang seringnya didengar di telinga kita, siswanya
kebanyakan cowok dan bandel. Again, menertibkan anak merupakan tantangan
terbesarku. Akan tetapi, aku bisa melaluinya perlahan.
Setelah
menjadi guru di SMK itu selama kurang dari satu semester, aku pun mencoba mencari
peruntungan di sekolah lain. Bukannya mencari tempat lain selain sekolah,
justru aku malah mencari sekolah yang lain. Seorang senior menawarkanku ke
sebuah pesantren setingkat SMP. Aku tak menyia-nyiakannya. Akupun melamar ke
pesantren itu, dengan maksud menjadi guru Bahasa Inggris. Akan tetapi, aku
justru dipanggil sebagai guru Bahasa Jepang. Awalnya aku ragu, akan tetapi, ini
sebuah kesempatan bagiku untuk mengambil pelajaran baru dari pengalaman.
Bagaimana jadinya jika aku mengajar bidang bahasa yang berbeda?
Pelajaran
Bahasa Jepang sebagai Muatan Lokal di kurikulum pesantren itu membuatku banyak
belajar. Aku merasa seperti siswa. Malam aku harus belajar dan mempersiapkan
diri. Tidak hanya materi ajar per tema saja yang kupersiapkan, tetapi juga
bagaimana nantinya caraku menjelaskan didepan kelas.
Selain itu,
aku juga mengajar di sebuah les rumahan milik seorang rekan guru. Anak didiknya
adalah anak-anak Madrasah Ibtidaiyah. Aku yang terbiasa mengajar level tinggi
di MAN, SMK dan SMP, tantangan ini membuatku belajar lebih bagaimana agar aku
bisa menangani mereka semua dengan baik.
Inilah yang
sedang kujalani. Pengalaman hebat, yang membuatku bertemu dengan anak-anak yang
cerdas dan anak-anak yang bandel. Mereka semua memberikanku ilmu, membuatku
introspeksi dan terus bersemangat untuk memperbaiki diri dan terus belajar.
Terima kasih buat semuanya, kalian luar biasa.
Tuesday, July 11, 2017
Apa Yang Terjadi Kalau Es di Bumi Mencair?
Pasti kita
sudah pernah mendengar kalau bumi kita sebagian besarnya terdiri dari air.
Apakah itu air asin yang ada di laut, di sungai-sungai dan danau yang ada di
daratan, dan di awan yang ada di udara. Tak lupa pula air juga ada di dispenser
dan kulkas rumah kita. Air yang ada di bumi kita tidak selalu dalam bentuk
cair. Bahkan sebenarnya 3% air di bumi adalah air beku yang berbentuk, tentu
saja, es.
Apa yang
terjadi jika es-es di bumi ini semuanya berubah wujud menjadi bentuk cairnya?
Berdasarkan
tayangan di Kok Bisa, ada beberapa skenario yang dikemukakan oleh peneliti
tentang ini. Skenario perihal mencairnya es bukanlah skenario happy ending
kayak drama India.
Sumber foto: phsy.org
Skenario
pertama yang dikemukakan jika es di bumi mencair adalah naiknya permukaan air
laut. Kalau es yang mencair hanyalah es yang mengapung-apung di kutub utara,
kenaikan permukaan air laut tidak akan terlalu terlihat secara signifikan.
Seperti halnya batu es yang mengapung di segelas kopi dingin, es itu akan
mencair akan tetapi tidak akan membuat kopi dinginnya penuh lagi. Hal ini
dikarenakan volume air dalam bentuk es dan cair adalah sama. Bahkan ada
penelitian yang membuktikan volume air dalam bentuk cair lebih ringan nol koma
sekian miligram!
Namun, akan
jadi cerita yang berbeda jika es di daratan Alaska dan Greenland ikutan
mencair. Permukaan air laut akan naik kira-kira hingga 7 meter. Itu baru semua
es yang ada di kutub utara. Bagaimana kejadiannya jika es yang di kutub selatan
juga mencair? Jelas, keadaannya akan lebih celaka lagi daripada tsunami Aceh
tahun 2004. Benua Antartika adalah tempat yang nyaris tak berpenghuni saking
dinginnya karena disana lebih banyak es daripada daratannya. 90% es di
bumi tersimpan disana. Jika es di kutub utara meleleh, maka permukaan air akan
naik sektiar 61 meter, dan itu dua kali lipat lebih gelombang tsunami terparah
pada tahun 2004 di Aceh.
Skenario
lainnya yang diungkapkan adalah berubahnya iklim di bumi. Jika es yang notabene
adalah air tawar mencair, maka salinitas atau kadar garam di lautan akan
menurun. Catatan bahwa salinitas air laut sangat berpengaruh pada arus air laut,
sehingga dapat berpengaruh kepada iklim di bumi yang sekarang saja sudah tidak
jelas lagi dan juga migrasi ikan-ikan yang ada di lautan. Bisa-bisa kita akan
mengalami krisis ikan karena ikan laut sangat tergantung dengan keasinan air
untuk bertahan hidup.
Sumber foto: climate-change-guide.com
Skenario
terakhir adalah yang paling parah, yaitu pemanasan global yang makin parah.
Peran es yang ada di kutub utara dan selatan sebenarnya bukanlah hanya cadangan
air di bumi, tetapi juga sebagai cermin bumi. Maksudnya, bumi kita kan setiap
saat terpapar oleh sinar matahari. Jadi, sinar matahari yang masuk ke bumi ada
yang dipantulkan kembali ke angkasa dengan es-es yang ada di kutub dan ada yang
diserap bumi. Sinar matahari yang sudah ada sekarang saja membuat bumi dan
penghuninya kepanasan, apalagi kalau cermin-cermin es di bumi juga lenyap.
Nggak akan kebayang betapa panasnya nanti bumi kita. Itu baru es yang di kedua
kutub bumi, belum lagi permafrost atau es yang ada di dalam bumi. Jika
permafrost ikut mencair, maka zat-zat karbon yang ada di dalam bumi pun ikut
terurai dan akan menambah panasnya bumi kita.
Walaupun
skenario diatas masih prediksi ilmiah semata, namun ada baiknya kita mulai
mengambil tindakan untuk mencegah hal-hal seperti ini akan terjadi. Contohnya
dengan menghemat penggunaan energi dan tindakan lain yang dapat mencegah
pemanasan global semakin panas. By the way, dulu bumi sempat tidak punya es
sama sekali, lho. Masa itu disebut dengan Epos Eocene yang terjadi pada 56-33
juta tahun yang lalu. Oleh karena itu, bisa saja masa itu terjadi lagi di masa
yang akan datang. Akan tetapi, seperti skenario yang dijabarkan diatas tadi,
tidak ada yang berakhir dengan happy ending, justru dapat membahayakan jiwa
para penghuni bumi ini.
Jadi,
langkah apa saja yang sudah kita lakukan untuk mengurangi pemanasan global?
Monday, July 10, 2017
Kenapa Bahasa Jepang Menggunakan Tulisan Kanji?
Tertarik
dengan bahasa Jepang?
Buat yang
tertarik dengan bahasa Jepang, pasti mengenali kalau bahasa yang satu ini cukup
unik dalam segi tulisannya. Jika kita melihat teks lirik dari sebuah lagu
Jepang, kita akan menjumpai karakter yang bikin kita bingung bagaimana cara
membacanya. Bagi yang sudah belajar sedikit dasarnya, kita akan mengenali di
dalam sebuah teks bahasa Jepang ada tiga jenis tulisan yang digunakan yaitu
hiragana, katakana dan kanji.
Hiragana dan
katakana cukup mudah dikenali, namun lumayan sulit untuk dihafal dalam sehari.
Kedua jenis tulisan ini mewakili satu bunyi pada masing-masing karakternya.
Bedanya hiragana an katakana adalah hiragana digunakan untuk menulis kata-kata
yang asli dari bahasa Jepang, dan katakana umumnya digunakan untuk menulis
kata-kata yang berasal dari serapan bahasa asing, nama orang asing, dan
judul-judul buku, film, anime, lagu, dan lain-lain. Selain itu, coretannya
lebih simpel daripada jenis tulisan ketiga dalam bahasa Jepang, yaitu kanji.
Tulisan
kanji sejatinya adalah simbol yang mempunyai satu makna tetapi cara membacanya
bisa berbeda-beda tergantung konteks dalam kalimatnya. Bahkan orang Jepang
sendiri belum tentu tahu satu simbol kanji bisa dibaca apa saja saking
banyaknya. Kanji juga memiliki tulisan yang lebih kompleks daripada hiragana
dan katakana, yang bahkan orang Jepang belum tentu bisa menuliskannya dengan
tulisan tangan. Jumlah tulisan kanji yang digunakan dalam bahasa Jepang ada
2.136 karakter.
Nah, lalu,
kenapa dalam bahasa Jepang sampai menggunakan tiga jenis tulisan seperti itu?
Menurut
Yuta, ada beberapa sebab mengapa bahasa di negaranya menggunakan tiga tulisan.
Salah satu sebabnya adalah readibility atau dapat dibaca. Jika sebuah kalimat bahasa
Jepang hanya dituliskan dalam tulisan hiragana, mereka akan sangat mudah
membacanya, akan tetapi membingungkan, sulit dimengerti apa maksud dari kalimat
tersebut.
1.) Teks bahasa Jepang yang ditulis hanya dalam hiragana.
----
2.) Teks bahasa Jepang yang ditulis dengan menggunakan hiragana, katakana dan kanji.
-----
3.) Diberi warna agar bisa dibedakan.
Sumber: That Japanese Man Yuta
Berbeda
dengan sistem tata cara penulisan dalam bahasa Indonesia dan banyak bahasa lainnya
yang menggunakan alfabet, bahasa Jepang tidak menggunakan spasi untuk
memisahkan kata per kata. Jadi, penggunaan tiga tulisan dalam bahasa Jepang itu
dapat membedakan antara satu kata dan kata lainnya sehingga akan lebih mudah
dibaca dan dimengerti.
Sebab kedua
yang diutarakan Yuta adalah untuk menghindari kesalahan makna dari kata yang
memiliki cara pengucapan yang sama.
Kata-kata
dalam bahasa Jepang banyak yang homofon dan homograf. Kalau dalam bahasa
Indonesia, kata “bisa” mempunyai dua makna, bisa dalam arti dapat atau mampu
dan bisa dalam arti racun ular, dalam bahasa Jepang kita akan banyak menjumpai
kata dengan bunyi dan tulisan yang sama dalam hiragana, tetapi memiliki lima
atau lebih arti yang berbeda! Wow.
1.) Kosakata dalam bahasa Jepang yang homofon dan homograf jika ditulis dalam hiragana.
-----
2.) Kosakata homofon/homograf yang ditulis dengan tulisan kanji.
------
3.) Kosakata serapan bahasa asing yang homofon.
Sumber: That Japanese Man Yuta
Ya,
sebenarnya kosakata dalam bahasa Jepang tidaklah sekaya kosakata bahasa Inggris
atau bahasa Indonesia karena sebab-sebab linguistik yang tidak bisa dijelaskan
disini.
Kembali ke
soal homofon dan homograf, oleh karena itu tulisan kanji dapat membedakan kata
yang memiliki bunyi atau cara baca yang sama. Karena kanji adalah simbol yang
mempunyai makna tersendiri berdasarkan sejarahnya, maka kanji dapat membedakan
makna satu kata walaupun cara bacanya sama.
Lalu, kenapa
kata-kata dalam bahasa Jepang banyak yang homofon?
Menilai dari
writing system yang digunakan dalam bahasa Jepang, pastinya kita dapat menduga
kalau ini disebabkan karena banyak kata-kata yang mereka serap dari bahasa
Mandarin/Cina. Tidak hanya itu, kata dalam bahasa Inggris yang diserap ke
bahasa Jepang juga ada yang homofon dan homograf dalam bentuk tulisan katakana.
Misalnya “light” dan “right”.
Jadi, kenapa
dalam bahasa Jepang banyak sekali tulisan kanjinya? Apa nggak bisa dikurangi?
Kan kita mau belajar bahasa Jepang, tapi kalau tulisannya banyak dan susah
banget diingat gitu sampai kapan baru bisa menghafalnya?
Kata Yuta,
sebenarnya tulisan kanji dalam bahasa Jepang sudah dikurangi dari masa ke masa.
Bahkan tulisan kanji Jepang zaman sekarang sudah lebih sederhana ketimbang
kanji Jepang berabad-abad yang lalu. Selain itu, seorang ahli bahasa bernama
John C Pelzel mencoba membuat romaji atau latinisasi bahasa Jepang, namun
hasilnya tidak seakurat sebagaimana cara pelafalan semestinya dalam writing
system bahasa Jepang.
Selain itu,
Yuta juga mengungkapkan sebab lain mengapa tulisan kanji tidak bisa dihapuskan
dalam bahasa Jepang. Yang pertama adalah masalah integritas sejarah yang
berkaitan dengan Jepang itu sendiri. Menurutnya, jika tulisan kanji benar-benar
dihapus, orang Jepang kekinian tidak akan bisa membaca dokumen sejarah dan
buku-buku jadul mereka. Hal ini otomatis akan memutuskan hubungan antara
sejarah negeri mereka dan orang modern yang kekinian hanya karena tulisan kanji
dihapuskan dan tidak dipelajari lagi.
Sebab
keduanya adalah fungsi semantik dalam ungkapan-ungkapan bahasa Jepang yang
sering dijumpai dalam tulisan. Kita ambil contoh kata-kata dalam bahasa
Indonesia seperti metafisika atau metagenomika. Bagi kita yang baru saja
menemukan kedua kata itu, kita mungkin bisa mengira-ngira apa maknanya dengan
mengartikan meta dan fisika, misalnya. Begitu juga hal yang berlaku dalam
bahasa Jepang. Tulisan kanji dapat membantu mereka menduga makna kata atau
ungkapan yang baru saja ditemukan dalam sebuah teks.
Dengan tulisan kanji, pembaca dapat mengira-ngira makna dari kata/ungkapan tersebut.
Sumber: That Japanese Man Yuta
Selanjutnya
adalah ekspresi dalam menulis. Jika kita menemukan sebuah tulisan berbahasa
Jepang yang full ditulis dalam tulisan hiragana, kita bisa menduga tulisan
tersebut seperti ditulis oleh seorang anak kecil yang belum hafal katakana dan
kanji. Tapi, kalau kita menemukan teks yang ditulis full dalam tulisan katakana
justru kelihatannya seperti diketik oleh robot.
Hm,
kedengarannya rumit sekali untuk benar-benar menghapus penggunaan tulisan kanji
dalam bahasa Jepang, ya?
Selanjutnya
Yuta mengungkapkan sebab terakhir yang mengapa bahasa Jepang menggunakan
tulisan kanji dan tidak bisa semudah itu ditiadakan adalah keterikatan antara
orang Jepang itu sendiri dengan identitasnya sebagai bangsa yang memiliki
kebudayaan yang indah dan unik. Tulisan kanji merupakan unsur dari salah satu
kebudayaan mereka, bahasa mereka. Jadi, jika sudah ada keterikatan antara
masyarakat dan budayanya, pastilah ini jadi identitas mereka dan tidak bisa
dihapuskan begitu saja dengan mudah.
Wuah,
ternyata kalau sudah terikat, sudah cinta, akan susah dilepas walaupun tulisan
kanji itu sulit dipelajari, bahkan bagi masyarakat Jepang sendiri.
Bagaimana
dengan kita dengan budaya Indonesia kita? Adakah kita secinta masyarakat Jepang
dengan kebudayaan mereka?